Monday, June 11, 2007

MAKALAH TENTANG PROBLEMATIKA DAKWAH

KATA PENGANTAR

Dakwah memerlukan kekuatan ekstra, tidak hanya mengajak dan berbicara saja tetapi lebih dari itu. Mengontrol atau mengevaluasi hasil dakwah adalah suatu masalah yang sangat penting dan urgnen dari tujuan dakwah itu sendiri.

Problematika dakwah sudah menjadi ’makanan sehari-hari’ bagi pendakwah, kadangkala permasalahan itu timbul sebelum proses dakwah, selama proses atau sesudah dakwah itu dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, penyebaran agama islam pada zaman sekarang adalah pewujudan dari dakwah orang-orang alim sebelum kita.

Demikian kata pengantar dari pemakalah, kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan. Atas segala bentuk kesalahan pemakalah mohon maaf.

PROBLEMATIKA DAKWAH DAN PROBLEM SOLVING DAKWAH

A. Pengertian

Problematika berasal dari kata problem yang artinya soal, masalah, perkara sulit, persoalan. Problematika sendiri secara leksikal mempunyai arti: berbagai problem.[1]

Untuk jadi pengemban dakwah cukup bermodalkan keimanan, ilmu, dan kemauan.

Allah swt. berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ


Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia menuju Allah?” (QS Fushhilat [41]: 33)

Menurut Imam al-Hasan, ayat di atas berlaku umum buat siapa aja yang menyeru manusia ke jalan Allah (al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi). Mereka, menurut Imam Hasan al-Bashri, adalah kekasih Allah, wali Allah, dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah karena dakwah yang diserukannya.

Selain itu, pujian bagi para pengemban dakwah senantiasa disampaikan Rasulullah untuk mengobarkan semangat para shahabat dan umatnya. Seperti dituturkan Abu Hurairah: “Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka.” (HR Muslim)

Para shahabat Rasulullah begitu gigih dan pantang menyerah dalam berdakwah. Sebagian besar waktu, tenaga, pikiran, harta-benda, keluarga bahkan nyawa pun rela mereka korbankan untuk mendapatkan pahala Allah yang melimpah dalam aktivitas dakwah.

Dan da’i pun bisa seperti para shahabat. Walau tidak hidup di zaman Rasulullah, tapi warisan beliau yang berupa al-Quran dan as-Sunnah tetap eksis sampai sekarang dan terjaga kemurniannya.

Ternyata aktivitas dakwah tidak hanya berlimpah pahala. Dari sisi psikologis, aktivitas dakwah sangat membantu remaja untuk mengenali diri dan masa depannya. Menurut Maurice J. Elias, dkk dalam bukunya berjudul “Cara-cara Efektif Mengasuh EQ Remaja”, ada beberapa hal yang dibutuhkan remaja untuk menjalankan tugas tersebut.

B. HAL-HAL YANG TERDAPAT PADA PENDAKWAH

Pertama, hubungan spiritualitas. Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya dengan agama. Karena hal ini bakal membimbing kita dalam jalani hidup dan membingkai masa depan.

Ketika terjun ke dunia dakwah, seorang remaja muslim akan menemukan arti dan tujuan hidup yang hakiki. Dia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah sepanjang hayat dikandung badan. Untuk itu, Allah menurunkan aturan hidup yang lengkap dan sempurna tanpa cacat cela bagi manusia. Agar manusia bisa beribadah tidak hanya di masjid atau majelis ta’lim.

Kedua, penghargaan. Setiap remaja membutuhkan hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia.

Ketiga, rasa memiliki. Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman, nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan. Itu berarti nggak mudah luntur karena perbedaan status sosial atau pendidikan.

Keempat, kecakapan dan kepercayaan diri. Remaja sering terlihat ingin diakui kalau dia mampu dan percaya diri untuk menjalani hidup mandiri. Mampu menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada orang lain.

Dalam lingkungan dakwah, kita bakal dilatih untuk berpikir panjang merunut setiap permasalahan dan mencari pemecahannya sesuai aturan Islam yang pasti mendatangkan maslahat. Ketegasan sikap kita bisa lahir dari kemandirian yang ditopang oleh pemahaman Islam. Kita juga dilatih untuk mengambil hikmah dalam setiap musibah atau kegagalan yang menimpa kita semua. Karena kita-kita paham, apa pun yang menimpa diri kita, itu adalah jalan terbaik yang Allah berikan.

Kelima, konstribusi. Merasa memberi kontribusi alias ikut berperan serta, nggak egois dan individualis, atau sikap dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada remaja seusia kita. Dengan begini kita-kita bakal terlatih untuk peduli dan peka terhadap permasalahan di sekitar kita. Sehingga kita termotivasi untuk mengembangkan kemampuan diri agar bisa ikut menyelesaikan masalah itu.

Dan semua perasaan di atas pasti bakal didapatkan kita-kita dalam aktivitas dakwah. Selain bernilai pahala, kita akan mengetahui kalau masalah dunia atau masyarakat juga masalah kita. Kita juga wajib merasa bertanggung jawab dengan akibat dan penyebab masalah itu.

C. PERMASALAHAN DALAM DAKWAH

Risiko dakwah tentu adalah sunntatullah atau wajar terjadi. Karena, yang kita dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus, atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler atau pemikiran yang ’sesat’ yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita tidak akan berjalan semulus di jalan tol

.

Kita bisa contoh 75 orang muslim dari suku Khajraj saat terjadi peristiwa Bai’atul Aqabah kedua. Saat itu salah seorang paman Nabi yang melindungi dakwah beliau meski bukan muslim, bernama ‘Abbas bin Ubadah, mengingatkan kaum muslim dari Khajraj itu akan risiko dakwah yang akan dihadapi jika tetap membai’at Nabi.

Kaum itu pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya (membai’at Nabi saw) meski dengan risiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya banyak tokoh.” Kemudian mereka berpaling pada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami memenuhi (seruan)mu, maka apa balasannya bagi kami?” “Surga”, jawab beliau dengan tenang. (Negara Islam, Taqqiyuddin an-Nabhani)

Ternyata risiko dalam dakwah adalah jalan menuju surga Allah yang selama ini kita rindukan. Seberat apapun jalan itu, kita hanya perlu bersabar dan tetap istiqomah. Abu Dawud telah meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad hasan: “Setelah engkau akan datang masa kesabaran. Sabar pada masa itu seperti menggenggam bara api. Orang-orang yang bersabar akan mendapatkan pahala sebagaimana lima puluh orang laki-laki yang mengerjakan perbuatan tersebut. Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh (laki-laki) di antara mereka?” Rasul menjawab, “Bukan, tetapi pahala lima puluh orang laki-laki di antara kalian”

D. DAKWAH ISLAM IDEOLOGIS

Bagusnya kita tidak merasa cukup dengan mendakwahkan Islam cuma sebagian. Seolah perbaikan moral atau peningkatan akhlak individu masyarakat menjadi solusi pamungkas dalam setiap permasalahan. Padahal syariat Islam itu begitu luas mencakup solusi dalam permasalahan pemerintahan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dll.

Karena itu kita wajib memahami dan mendakwahkan Islam sebagai Nidzhomul hayah alias aturan hidup yang tidak hanya mengatur ibadah atau akhlak semata. Islam yang memiliki peran sebagai qaidah fikriyah (landasan berpikir) dan qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir). Sebagai qaidah fikriyah, Islam akan menjadi filter alias saringan sekaligus tameng menghadapi serangan pemikiran dan budaya Barat sekuler. Dan sebagai qiyadah fikriyah, Islam akan membimbing kita dalam menyelesaikan dan mencegah terulangnya setiap masalah hidup yang mampir ke kita dengan tuntas dan berpahala.[2]

E. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DAKWAH

Jika pola ini yang dipilih, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, minimal sebagai berikut:

(1) pendalaman keilmuan Islam harus lebih ditingkatkan

(2) pemberian materi baru lebih selektif

(3) jumlah kuantitas tidak menjadi ukuran pendanaan

(4) dakwah, bukan sekedar ajakan kejalan yang lurus,

(5) targetnya jelas dan konkrit,

(6) hasil yang jelas.

Beberapa stake holders yang berperan dalam pengembangan dakwah agar masalah dakwah kemunculannya diminimalkan:.

Di antaranya adalah

(a) imam masjid tetap (masjid dengan kualifikasi tertentu harus mempunyai imam tetap), dimana pekerjaan mereka tidak sekadar menjadi imam shalat, namun juga program yang jelas untuk pembinaan jamaah masjid tersebut

(b) imam kantor (termasuk imam tentara), yang pekerjaannya memang untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan mental spiritual, tidak dilibatkan dalam pekerjaan administrasi kantor

(c) pengajar agama di sekolah

(d) tenaga profesional di kantor-kantor di bawah naungan Departemen Agama, termasuk Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama (PA/PTA)

(e) tenaga kerja profesional dalam organisasi keagamaan, dan

(f) peran lain yang arahnya jelas, termasuk menjadi anggota LSM. ketertarikan individu untuk memilih profesi lain, seperti menjadi wartawan, politikus, wiraswasta, dll. yang mereka anggap lebih sesuai dengan panggilan hati nuraninya.[3]

Konsekuensi dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan rasul dalam menggerakkan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dalam kondisi dan situasi bagai­manapun.

Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal mau­pun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam menda­patkan hiburan (enter­tain­ment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin mem­buka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.

Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya.

Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu.

Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya.

Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.

F. LANGKAH-LANGKAH UNTUK MEMCAHKAN MASALAH

Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.

Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.

Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions, speak louder than word.

Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.

Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria.

Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. [4]

Dakwah dalam prakteknya, merupakan kegiatan untuk mentransformasikan nilai-nilai agama yang mempunyai arti penting dan berperan langsung dalam pembentukan persepsi umat tentang berbagai nilai kehidupan. Dalam Islam, pada dasarnya setiap muslim berkewajiban untuk melaksanakan tugas dakwah, baik secara individu maupun secara institusi, karena secara substansial dakwah bertujuan untuk melanjutkan risalah Islamiyah.

Dan pada saat ini, bisa dikatakan sebagian besar umat Islam masih berada dibawah garis kemiskinan dan kesejahteraan. Di lain pihak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju pesat. Mengamati banyaknya problematika umat dewasa ini, menuntut kehadiran dakwah lebih luas dan holistik.

Menata Dakwah Yang Holistik Dalam Menjawab Problematika Umat
Dapat dikatakan bahwa kegiatan dakwah yang dilakukan dewasa ini, pada umumnya barulah pada tahap menyeru umat agar berbuat baik, beribadah dan membangun keshalehan pribadi. Tetapi seberapa intensifkah kita sebagai para pendakwah berbicara tentang realitas sosial, tantangan abad informasi, ancaman kultural dan berbagai problema ekonomi yang menghadap umat?

Persoalan ini menjadi sangat penting dan mendesak untuk diperhatikan, karena dalam abad informasi ini berbagai model kultural dan gaya hidup yang tidak selalu sesuai bahkan bertentangan, bisa dengan mudah mendikte kesadaran umat Islam, melalui berbagai media, terutama TV. Bila sebuah produk dijual melalui iklan, misalnya bir, sabun mandi maupun lipstik, itu bukan hanya menjual produk, tetapi juga menjual budaya dan pola hidup baru. .

Lain halnya lagi dengan persoalan pendidikan umat yang kurang menunjukkan grafik yang menggembirakan. Padahal sebenarnya, musuh utama umat Islam yang paling mendasar adalah kejahilan (kebodohan) dan kedzaliman. Maka tidak salah, jika dipetakan bahwa agenda permasalahan umat yang paling mendasar adalah (tarbiyah) mendidik umat Islam dengan baik.

Di mana ada empat kelompok dalam masyarakat, yakni orang tua, dewasa, pemuda dan anak-anak. Dakwah Islam harus mampu mentarbiyahkan keempat kelompok masyarakat tersebut, dengan stressing pembinaan generasi muda dan anak-anak sebagai penentu peradaban masa mendatang.

Kemudian, persoalan mendasar yang tidak kalah penting sebagaimana disebutkan adalah masalah ekonomi. Karena sekarang ini tidak bisa dielakkan adanya ekonomisasi dunia. Semua serba memakai ukuran ekonomi. Dan tampaknya, kalau umat Islam tidak terlibat, kita akan ketinggalan dan akan menjadi pemain pinggiran. Untuk itu sangat dibutuhkan kesadaran kultural umat Islam untuk saling bahu-membahu dalam rangka membangun kesejahteraan kaum muslimin.

Dengan demikian, dakwah haruslah mencakup semua dimensi manusia dan mampu menawarkan konsep islami pada semua aspek kehidupan yang dimaksud, meliputi dialog informasi dan pengetahuan, dialog ekonomi, dialog kultural dan dialog konsep untuk menjawab problematika umat. Maka untuk itu, setiap umat Islam yang memiliki akses dakwah, setidaknya dituntut melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) melakukan reintrepretasi ajaran-ajaran agama guna menkostektualisasikan dengan kebutuhan-kebutuhan riil masyarakat kita.

(2) mengelola lembaga-lembaga atau institusi keagamaan Islam secara lebih profesional dengan memperhatikan problematika dan psikologi umat.

(3) memperkenalkan Islam pada masyarakat secara lebih dinamis melalui berbagai metode, khususnya dengan penggunaan media yang memungkinkan secara arif dan persuassif, bukan hanya memadakan ceramah dan khutbah di masjid.

Dakwah secara holistik bukan hanya amar ma'ruf tetapi juga harus nahi munkar, dalam pengertian yang lebih luas, kita hendaknya harus menyatu dengan masyarakat, sehingga tahu benar apa yang menjadi persoalan yang dihadapinya. Dalam dakwah diperlukan asa kontinuisitas, sehingga dapat menjaga keberlangsungan dalam upaya mencapai tujuannya. Menyadarkan umat saja tidak cukup, yang penting justru menyelesaikan problem yang dihadapi secara konkret dan tuntas.

Oleh karenanya, aktivitas dakwah yang kita lakukan sebaiknya tertata secara utuh, di dalamnya harus memilik sistem yang komprehensif. Karena Islam diturunkan Allah Swt., merupakan agama universal dan eternal, di mana nilai-nilai dan norma hidup yang dikandungnya tidak akan pernah mengalami sebuah fase usang..

Pada dasarnya, problematika umat juga merupakan problematika dakwah, karena yang menjadi objek dakwah adalah umat itu sendiri. Sesuai dengan tujuannya, Islam hadir sebagai "rahmatan lil alamin" serta Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya, maka ini menjadi tolak ukur, bahwa Islam adalah agama yang akomodatif dalam menyelesaikan persoalan umat. Untuk itu, sangat diperlukan aktivitas dakwah secara holistik[5] tadi, dalam rangka menjawab persoalan umat itu dengan nilai-nilai dan konsep Islam.

Demokratisasi dakwah

Demokratisasi dakwah mempunyai beberapa maksud:

(1) konseptualisasi nilai ajaran Islam sesuai lagika seluruh lapisan ummat dan masyarakat sebagai cermin tujuan ideal dakwah,

(2) pemahaman yang tepat mengenai realitas obyektif kehidupan ummat dan masyarakat luas,

(3) menjadikan kepentingan obyektif ummat dan masyarakat sebagai titik tolak perumusan tujuan obyektif dakwah.

Sementara itu konserptualisasi demokratisasi dakwah bertujuan

(a) menempatkan ummat dan masyarakat sebagai pemeran aktif dakwah melalui pembagian kerja sesuai potensi dan kemampuan masing-masing.

(b) mendialogkan setiap proses dan pentahapan dakwah dengan seluruh lapisan ummat dan masyarakat luas dimana kegiatan dakwah akan dikembangkan.

Dari Konseptualisasi dakwah di atas kemudian dituangkan dalam perencanaan dakwah yang menyangkut dua wacana, yaitu pertama pemahaman ajaran Islam, yang melahirkan konsep mengenai idealitas kehidupan manusia dan masyarakat, kedua pemahaman realitas obyektif kehidupan ummat dan masyarakat, yang melahirkan konsep mengenai kondisi obyekti kehidupan ummat dan masyarakat.

Oleh karenanya masyarakatpun juga mulai mengetahui dan menyadari bahwa banyak persoalan kehidupan modern kurang memperoleh perhatian mereka yang berkecimpung dalam aktifitas dakwah, disebabkan keterbatasan informasi actual. Disis lain, intelektual atau cendikiawan kurang menampakan pemahaman persoalan masyarakat lapisan bawah akitab kecenderungan elitis dan jauhnya hubungan secendekiawan dengan seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah. Inilah yang belum terselesaikan dalam persoalan demokratisasi dakwah, seakan aktifitas dakwah itu tidak memiliki kolerasi dengan politik.

Jika kemudian kita lakukan penelusuran dakwah Rasulullah SAW, seperti yang pernah dinyatakan Imam malik, bahwa “Tidak akan selamat dan berhasil perjuangan suatu ummat kecuali dengan menempuh jalan-jalan yang telah terbukti keberhasilannya, sebagaimana yang telah ditempuh ummat sebelumnya (yang dipimpin oleh Rasulullah SAW)”. Maka secara sadar diperlukan penyegaran sistem dakwah, yang salah satunya itu adalah demokratisasi dakwah, karena mencakup

1) Menitikberatkan pada gerakan moral

(2) Menekankan pada gerakan intelektual dan ilmu pengetahuan, yang bertujuan mencedaskan kehidupan bangsa dalam meningkatkan kualitas bangsa

(3) Sebagai gerakan sosial untuk membangun kehidupan yang sejuk, anggun, harmonis dan damai

(4) Sebagai gerakan ekonomi-bisnis untuk membangun kehidupan ekonomi yang sejahtera melalui peningkatan etos kerja yang kuat, peningkatan wawasan ekonomi dan mempunyai keterampilan manajemen Islam (

5) Sebagai gerakan pembinaan bangsa, dengan mempunyai semangat kebangsaan yang tidak diragukan (sikap kenegarawanan) dan

(6) Sebagai pembinaan kesadaran beragama yang merupakan landasan etika sekaligus pedoman hidup bermasyarakat.

Dakwah dan politik pemecahan masalah dalam pengembangan masyarakat diharapkan menghasilakn tiga kondisi, yaitu pertama, Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian ummat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis, kedua Tumbuhnya kepercayaan terhadap aktifitas dakwah guna mencapai tujuan hidup yang lehih ideal, ketiga berkembangnya suatu kondisi sosio-ekonomi, budaya, politik serta iptek sebagai landasan peningkatan kualitas hidup.

Ini berarti bahwa dakwah dan politk sebagai pemecahan masalah merupakan demokratisasi yang dapat memberikan konstribusi positif pada pengembangan kualias hidup sebagai bagian pemberdayaan menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia.

Sangatlah beralasan kerja dinamis, dalam mengambil prakarsa secara mandiri dan kreatif sebagai langkah strategis yang diarahkan untuk memberdayakan ummat dan masyarakat bagi kepentingan kemanusiaan dan bangsa. Disamping itu sejalan dengan berbagai persoalan kehidupan masyarakat di atas, perlu terus dikembangkan kesamaan cara pandang dan visi, agar pengembangan dakwah pemecahan masalah (dekokratisasi) dapat dipahami sebagai pelayanan kemanusiaan, sesuai fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Semangat intelektual dan kemanusiaan harus terus dilakukan, sehingga penyegaran tersebut di atas, meliputi

(1) Pengkajian sumber asli Islam dengan menguasai ilmu alat, berupa bahasa dan alat bantu metodologi ijtihad dan ilmiah

(2) Pengembangan semangat kemanusiaan dengan penelitian mengenai kecenderungan masyarakat dan berbagai masalah akibat pembangunan

, (3) Latihan kerja dan bimbingan rohani bagi lapisan masyarakat bawah

(4) Kaderisasi serta peningkatan kualitas ekonomi para mubaligh

(5) Peningkatan kualitas wawasan.

Pengelolaan pengembangan masyarakat dapat dilakukan dengan adanya peningkatan kemampuan kerja, yang tentunya dimiliki oleh seorang juru dakwah, yakni, Pertama, Kemampuan memahami sumber-sumber Islam, Kedua, kemampuan memahami kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik ummat dan masyarakat, Ketiga, kemampuan mencermati perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi dan Keempat, perkembangan politik serta kemampuan mengelola sumber belajar dan potensi ummat atau masyarakat.

Jika melihat secara seksama maksud-maksud dakwah dan politik yang secara hakiki memiliki visi dan tujuan yang mengedepankan akan kenyamanan menikmati hidup dan kehidupan, sehingga namanya kebenaran dan keadilan segala berada digaris depan, mka mau tidak mau, yang harus diperhatikan tidak lain yaitu, Pertama, memunculkan kesadaran terhadap tanggungjawab dakwah dan politik, Kedua, memiliki kemampuan menggerakkan elit strategis, Ketiga, memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai mengenai berbagai kegiatan ekonomi setidaknya mampu menggerakan orang yang memiliki kemampuan demikian, Keempat, dapat dipercaya oleh masyarakat, Kelima, memiliki network planning dan mitra kerja yang luas, Keenam, memiliki daya kreatif terus mencari jalan bagaimana metode pendekatan, Ketujuh,, memiliki kepercayaan teguh bahwa Allah senantiasa memperhatikan tindakannya dan, kedelapan, secara ekonomis terlepas dari kemiskinan.

Kemudian pengembangan masyarakat melalui dakwah dan politik diperlukan penyediaan dana. Kalau kita telaah keberhasilan perjuangan dakwah Rasulullah SAW, tidak lepas dari penyediaan dana dakwah dan politik, dimana kehidupan para sahabat-sahabat beliau, seperti Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Siti Khadijah, dan lain sebagainya. Mereka tergolong mempunyai kehidupan yang mapan dan kaya, akan tetapi kekayaan yang dimiliki mereka dipergunakan untuk mengembangkan dakwah dan politik di dalam pengembangan masyarakat, sementara hidup mereka sangat sederhana.

Pada konteks dewasa ini, sudah saatnya bagi mereka yang mempunayi kelebihan dana diharapkan dapat menyisipkan sebagian hartanya untuk kepentingan dakwah dan politik dalam pengembangan masyarakat, sehingga apa yang dicitakan dapat terwujud secara nyata, yakni negeri yang makmur, adil dan sentosa yang diridhai Allah SWT. [6]

"(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, iaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung." (TMQ Surah Ali-Imran [3]: 104)[7]

pada dasarnya berdakwah adalah memerlukan kemampuan untuk membujuk dan dibujuk. Membujuk atau seni merayu massa dalam kampanye ini, tentu saja lewat berbagai prosedur yang dianggap merefleksikan nilai-nilai demokrasi, seperti diskusi pidato terbuka, baik lewat pengumpulan massa, hingga berbagai bentuk pengguaan medium, dari radio, telivisi, media cetak, dan sebagainya.

Menghindari konflik dakwah

Pertama, pendakwah harus mampu meniliti pesan, atau mampu menyampaikan pengetahuan kita yang menyeluruh tentang pesan atau subyek itu sendiri.

Kedua, pengajak dilarang menggunakan teknik-teknik yang mempengaruhi penerima dengan menghilangkan proses pikiran sadarnya.

Ketiga, pengajak harus memiliki kesadaran kritis, untuk tidak melakukan suatu pertanyaan, ketika resikko pernyataan itu mendorong kekerasan terlalu besar jika dibandingkan dengan tujuan pernyataan tersebut.[8]

Sebagai seorang pendakwah sudah sepantasnya kita harus mempunyai sifat yang dapat disukai oleh orang lain. Riset psikologi menunjukkan bahwa ada empat sifat yang paling sering disebut-disebut, yang bisa membuat seseoarng disukai oleh orang lain. Keempat sifat itu adala kecerdasan, keriangan, keramahtamahan dan keserasian minat[9]

KESIMPULAN

Problematika berasal dari kata problem yang artinya soal, masalah, perkara sulit, persoalan. Problematika sendiri secara leksikal mempunyai arti: berbagai problem.

HAL-HAL YANG TERDAPAT PADA PENDAKWAH

Pertama, hubungan spiritualitas. Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya dengan agama.

Kedua, penghargaan. Setiap remaja membutuhkan hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia.

Ketiga, rasa memiliki. Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman, nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan.

Keempat, kecakapan dan kepercayaan diri. Remaja sering terlihat ingin diakui kalau dia mampu dan percaya diri untuk menjalani hidup mandiri. Mampu menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada orang lain.

Kelima, konstribusi. Merasa memberi kontribusi alias ikut berperan serta, nggak egois dan individualis, atau sikap dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada remaja seusia kita.

Demokratisasi dakwah mempunyai beberapa maksud:

(1) konseptualisasi nilai ajaran Islam sesuai lagika seluruh lapisan ummat dan masyarakat sebagai cermin tujuan ideal dakwah,

(2) pemahaman yang tepat mengenai realitas obyektif kehidupan ummat dan masyarakat luas,

(3) menjadikan kepentingan obyektif ummat dan masyarakat sebagai titik tolak perumusan tujuan obyektif dakwah.

DAFTAR PUSTAKA

Hizbut Tahrir Parti Politik Islam Ideologi (Mabda'), http://www.mykhilafah.com/hizbut_tahrir/index.htmBerjuang untuk Persatuan dan Kesatuan Umat di Bawah Naungan Khilafah Islamiyyah, Akses internet pada tanggal 4 juni 2007

Khan, George n. 36 Kesalahan Terbesar Para Penjual Dan Cara Membetulkannya. Jakarta: PT Gramedia,1996.

Muhammad Irfan, S.Ag, Sekretaris Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani PW Muhammadiyah Kalsel. ”Dakwah dan Politik, dalam Pembangunan Masyarakat” Kamis, 29 Mei 2003http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=24470 Akses internet pada tanggal 4 juni 2007.

Nugroho, Garin. Seni Merayu Massa. Jakarta: buku kompas, 2005.

Osolihin. “Asyiknya Jadi Pengemban Dakwah .http://osolihin.wordpress.com/2007/05/14/asyiknya-jadi-pengemban-dakwah/ Mei 14th, 2007. STUDIA Edisi 214/Tahun ke-5 (27 September 2004) diakses pada tanggal 25 mei 2007.

Qodri Azizy , “Pengembangan Struktur Kefakultasan Iain”, http://www.ditpertais.net/artikel/qodri01.aspA. Akses internet pada tanggal 4 juni 2007

RB. Khatib Pahlawan Kayo, “Problematika Dakwah Masa Kini” , http://www.seasite.niu.edu/trans/indonesian/problematika_dakwah_masa_kini.htm. Akses internet pada tanggal 4 juni 2007.

Yusnadi MSi & Ahmad Sabban Rajagukguk, S.Sos.I 10 Jun 05 09:58 WIB Menata Dakwah Yang Holistik Dalam Menjawab Problematika Umat WASPADA Online. Akses internet pada tanggal 4 juni 2007.

PROBLEMATIKA DAKWAH DAN

PROBLEM SOLVING DAKWAH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Ilmu Dakwah”

dengan dosen pengampu:

Drs. Miftachur Rosida M. Ag

oleh:

ULFIYATI NINGSIH : 9321 091 03

IMAM ROFINGI : 9321 035 04

M KHOZINATUL : 9321 055 04

A. RIFQI AMIN : 9321 001 05

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

JURUSAN TARBIYAH

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2007



[1] Pius A Partanto dkk, Kamus Ilmiah Popular. (Surabaya: Arkola, 1994), 626.

[2] By Osolihin. Asyiknya Jadi Pengemban Dakwah .http://osolihin.wordpress.com/2007/05/14/asyiknya-jadi-pengemban-dakwah/ Mei 14th, 2007. STUDIA Edisi 214/Tahun ke-5 (27 September 2004) diakses pada tanggal 25 mei 2007.

[3] Qodri Azizy , Pengembangan Struktur Kefakultasan Iain, http://www.ditpertais.net/artikel/qodri01.aspA. Akses internet pada tanggal 4 juni 2007.

[4]Oleh: RB. Khatib Pahlawan Kayo, Problematika Dakwah Masa Kini , http://www.seasite.niu.edu/trans/indonesian/problematika_dakwah_masa_kini.htm. Akses internet pada tanggal 4 juni 2007

[5] Holistik secara leksikal berarti secara menyeluruh; bersifat secara keseluruhan; pandangan tentang kepentingan keseluruhan (tidak mengotak-ngotak).

[6] Muhammad Irfan, S.Ag, Sekretaris Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani PW Muhammadiyah Kalsel. Dakwah dan Politik, dalam Pembangunan Masyarakat Kamis, 29 Mei 2003http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=24470 Akses internet pada tanggal 4 juni 2007.


[7] HIZBUT TAHRIR PARTI POLITIK ISLAM IDEOLOGI (MABDA'), http://www.mykhilafah.com/hizbut_tahrir/index.htmBerjuang untuk Persatuan dan Kesatuan Umat di Bawah Naungan Khilafah Islamiyyah

[8] Garin nugroho, seni merayu massa, (Jakarta: buku kompas, 2005), 4.

[9] George n. khan, 36 kesalahan terbesar para penjual dan cara membetulkannya.(jakarta: pt gramedia,1996), 208.

1 comment:

selamat datang said...

wah isinya kok begitu sih